menjadi incaran banyak orang di seluruh dunia. Ketika kabar pulau emas di salah satu muka bumi mencuat, orang-orang bergegas mencarinya.
Berbagai syair, tokoh dan pujangga di banyak peradaban kuno dunia, dari Yunani, Romawi, hingga China, menyebut pulau emas sangat menggiurkan. Sesuai namanya, setiap lapisan tanah terdapat emas. Kelak siapapun yang memilikinya bakal makmur.
Kendati kental nuansa fiksi cerita-cerita tersebut pada akhirnya terbukti benar. Di era penjelajahan samudera, saat orang sudah mampu berlayar pada abad ke-15, diketahui pulau emas yang jadi legenda ribuan tahun di seluruh dunia ternyata berada di Nusantara.
Nama pulaunya, Sumatera. Pada titik ini, sejarawan O.W Wolters dalam Kebangkitan dan Kejayaan Sriwijaya Abad III-VII (2017) menyebut berbagai catatan tersebut jadi bukti popularitas Asia Tenggara dan Sumatera sebagai sumber emas yang penting.
Kendati demikian, waktu membuktikan bukan hanya tanah Sumatera saja yang berisi emas, tapi juga sungainya. Beberapa waktu lalu dunia dihebohkan oleh keberadaan harta karun emas yang terpendam di Sungai Musi, Sumatera Selatan.
Dalam laporan Live Science, sepanjang 2011 sampai 2015 para peneliti dan penyelam telah mengungkap harta karun terpendam di dasar sungai berlumpur Musi. Harta karun berupa patung perunggu, batangan emas, hingga guci China.
Terbaru, pada 2022 penyelam juga telah menemukan ratusan patung, lonceng kuil, peralatan, cermin, koin dan keramik. Selain itu, mereka juga membawa emas dalam berbagai bentuk, seperti pedang emas, cincin emas, hingga guci.
Tak heran, Live Science menyebut penemuan itu secara hiperbola sebagai “emas yang mengalir dari dasar sungai.” Memang tak diketahui pasti berapa nilainya ketika seluruh temuan itu di jual, pastinya bernilai tinggi. Tembus miliaran rupiah.
Seluruh penemuan harta karun tersebut tak terlepas dari eksistensi Kerajaan Sriwijaya. Sejak berdiri pada 650 Masehi, Sriwijaya sudah dikenal sebagai pusat niaga terbesar di Nusantara atau kini Indonesia.
Sriwijaya, yang selama ini diyakini para sejarawan berpusat di Palembang, merupakan salah satu kerajaan terbesar di kawasan Asia Tenggara. Citra besar Sriwijaya tak terlepas dari kejayaan sektor ekonomi.
Bagaimana Sriwijaya berjaya di sektor ekonomi berkaitan dengan lokasi strategis kerajaan tersebut. Sriwijaya berada di antara jalur pelayaran kapal-kapal besar dari Timur Tengah ke China dan sebaliknya. Alhasil, Palembang jadi persinggahan pedagang internasional.
Atas fakta ini, tercipta relasi antara Sriwijaya dengan Timur Tengah dan China yang sangat menguntungkan. Relasi baik inilah yang membuat di Sriwijaya punya jaringan pasar global yang bisa memantik industri dalam negeri.
Masih mengutip paparan sejarawan O.W Wolters dalam Kebangkitan dan Kejayaan Sriwijaya Abad III-VII (2017), dalam kasus perdagangan dupa, misalnya. Awalnya, dupa tak dilirik jadi komoditas ekspor Sriwijaya.
Namun, saat menjalin hubungan dengan China, dupa mulai menggeliat. Kerajaan melakukan eksploitasi dupa di daerah pedalaman untuk diperdagangkan di pasar internasional. Kelak, para pedagang China yang membeli menaruh berbagai produknya, seperti guci dan keramik, di pasar tersebut.
Maka, makin ramailah pasar tersebut. Tak heran, Wolters dalam risetnya menceritakan pasar Sriwijaya cukup banyak barang yang diperjualbelikan.
Tak hanya rempah-rempah, tapi juga barang berharga seperti gading gajah, guci, keramik, emas, patung. Tentu dari proses itu terdapat pula koin-koin yang dipakai sebagai alat transaksi.
Sayang, kebesaran nama Sriwijaya harus berakhir pada abad ke-13. Meski begitu, jejak-jejak Sriwijaya masih bisa terlihat pada penemuan berbagai harta karun di masa sekarang.
Barang-barang seperti emas, perak, guci, dan keramik yang dulu diperdagangkan, kini menjadi harta karun terpendam.