Pemerintah berencana mengubah kebijakan uangĀ pensiun Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 2025, sebagaimana tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2025 edisi pemutakhiran.
Rencana pengubahan skema pensiunan ASN termasuk PNS ini sebetulnya telah lama diagendakan pemerintah. Pada 2021 misalnya, skema dana pensiunan PNS ingin diubah dari yang selama ini menggunakan skema pay as you go menjadi fully funded.
Skema fully funded dianggap bisa membuat PNS mendapat dana pensiun hingga Rp 1 miliar, sebagaimana dikatakan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) yang kala itu masih dijabat oleh Tjahjo Kumolo.
Pada akhir 2022, Korps Pegawai Republik Indonesia atau Korpri bahkan telah meminta pemerintah untuk segera merealisasikan skema iuran pasti atau fully funded. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Dewan Pengurus KORPRI Nasional, Zudan Arid Fakrullah dalam Peringatan Hari Ulang Tahun KORPRI ke-51, Selasa (29/11/2022).
“Dalam kesempatan yang berbahagia ini mohon kiranya melalui bapak Mendagri dan Menteri PANRB , kita segera bisa menerapkan sistem kesejahteraan ASN dan pensiunan ASN melalui fully funded secara konkret dan berkelanjutan,” papar Zudan.
Dikutip dari Civil Apparatus Policy Brief BKN berjudul Konsepsi Pembiayaan dan Pola Jaminan Pensiunan PNS terbitan September 2017, disebutkan skema fully-funded pensions atau pensiun yang didanai penuh adalah pensiun dibayar dari dana yang dikumpulkan oleh pemberi kerja dan peserta, yang selanjutnya diinvestasikan oleh lembaga pengelola untuk membayar manfaat pensiun. Sedangkan, pay-as-you-go pensions merupakan sistem pembiayaan pensiun PNS saat ini yang didanai sepenuhnya dari APBN.
Meski begitu, dalam KEM PPKF 2025 edisi pemutakhiran, belum disebutkan skema pensiunan apa yang akan digunakan dalam rancangan Reformasi Perlindungan Hari Tua bagi ASN. Dokumen itu hanya menyebutkan arah reformasi program pensiun bagi pegawai ASN ke depan akan terbagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu (i) perubahan skema program untuk PNS existing; dan (ii) pengembangan program baru untuk PNS baru dan PPPK.
Garis besar desain reform yang menjadi prioritas Pemerintah itu, pertama ialah memastikan tidak terdapat PNS existing yang mengalami penurunan manfaat pensiun. Untuk itu, program pelengkap dengan skema iuran pasti yang berbasis take home pay (THP) menjadi alternatif utama Pemerintah.
Kedua, program pensiun bagi PNS baru dan PPPK akan diarahkan untuk mengikuti skema manfaat iuran pasti dengan formula iuran dan manfaat berbasis THP. Skema bagi pegawai baru ini akan didesain sehingga menghasilkan manfaat yang relatif lebih baik dari skema pensiun PNS saat ini. Penyesuaian skema dan besaran iuran berbasis THP baik untuk PNS existing maupun PNS baru dan PPPK diharapkan diharapkan mampu mendorong distribusi RR yang lebih wajar antar jabatan.
Ketiga, yang menjadi dasar reformasi pensiun ASN adalah desain baru harus memastikan terwujudnya kesinambungan program dan kesinambungan fiskal. Hal ini diperlukan untuk memastikan terdapat perbaikan manfaat bagi ASN dan juga tidak memberikan beban bagi generasi mendatang.
Keempat, desain reformasi akan membagi beban pensiun antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa pemberi kerja merupakan salah satu penanggung jawab dalam memberikan manfaat pensiun kepada ASN.
“Perubahan besaran dan formula iuran serta perubahan skema dan formula manfaat akan diputuskan Pemerintah dengan tetap mempertimbangkan kemampuan APBN dalam mendanai, kemampuan ASN dalam mengiur, perbaikan manfaat, kesinambungan program, dan ketahanan fiskal baik masa kini maupun masa mendatang,” dikutip dari dokumen KEM PPKF.
Kebijakan reformasi pensiunan ASN ini didasari adanya risiko penyelenggaraan program pensiun bagi para abdi negara saat ini. Pertama, manfaat pensiun yang diterima oleh pensiunan PNS relatif masih rendah, dan dalam tren terus berkurang dibanding manfaat yang diterima PNS beberapa dekade lalu.
“Kondisi ini tidak lepas dari formula perhitungan iuran maupun manfaat dari skema pensiun saat ini yang berbasis pada gaji pokok dan semakin bertambahnya rasio tunjangan kinerja terhadap total penghasilan PNS,” sebagaimana dikutip dari dokumen KEM PPKF.
Kedua, terdapat kesenjangan tingkat replacement ratio atau RR antar jabatan. RR cenderung lebih rendah untuk tingkat jabatan yang lebih tinggi. Contohnya, pensiunan pejabat Eselon 1A hanya menerima manfaat pensiun kurang dari 10 persen dari penghasilan terakhir.
“Selain perlindungan hari tua yang kurang memadai, rendahnya RR juga ditengarai menjadi salah satu pendorong perilaku koruptif sebagaimana temuan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kajian pada tahun 2018,” dikutip dari dokumen itu.
Ketiga, pemerintah menganggap penyelenggaraan program pensiun saat ini yang mengikuti skema manfaat pasti dengan pembiayaan pay-as-you-go, yakni manfaat pensiun yang sepenuhnya menjadi beban APBN, berpotensi untuk terus meningkatkan risiko fiskal ke depan seiring dengan tren population ageing. Beban ini diperkirakan akan terus meningkat.
“Memperhatikan berbagai tantangan itu, Pemerintah menyadari bahwa reformasi program pensiun ASN merupakan suatu kebijakan yang bersifat urgent untuk segera ditempuh,” tulis pemerintah dalam dokumen KEM PPKF.